Minggu lalu, Takealot mengumumkan penjualan Superbalist, platform e-commerce fesyen populernya, yang menandakan perubahan besar dalam lanskap ritel Afrika Selatan.
Penjualan ini terjadi di tengah laporan kesulitan keuangan Takealot, termasuk kerugian sebesar R252 juta, dan melemahnya laporan penjualan Superbalist Broadband Saya. Pusat Teknologi melaporkan bahwa keputusan ini dibuat sebagai bagian dari strategi Takealot untuk mengatasi perubahan perilaku konsumen dan meningkatnya persaingan di pasar ritel.
Langkah ini mencerminkan tren yang berkembang menuju konsumerisme yang sadar dan pendatang baru seperti Shein yang membentuk kembali industri mode.
Superbalist yang pernah digembar-gemborkan sebagai peritel mode daring terkemuka, mengalami kesulitan dalam beberapa tahun terakhir karena persaingan yang ketat dari para pemain global seperti Shein dan Temu. Perkembangan ini telah memicu pertanyaan yang lebih luas tentang kesehatan sektor ritel Afrika Selatan dan tekanan yang dihadapi perusahaan-perusahaan di pasar yang semakin mengglobal.
Keputusan Takealot untuk melepas Superbalist juga merupakan bagian dari rencana strategis Takealot untuk memungkinkan perusahaan memfokuskan kembali upayanya pada bisnis intinya, termasuk Takealot.com dan Mr D.
Tetapi apakah penjualan Superbalist hanya merupakan hasil dari tekanan persaingan, atau apakah itu mencerminkan tren yang jauh lebih besar yang melanda lanskap ritel dan konsumen global?
Tren Global dan Konsumerisme Sadar
Tidak mungkin mengabaikan perubahan perilaku konsumen secara global. Bahasa Indonesia melaporkan bahwa pascapandemi, konsumen mulai menjauh dari konsumsi berlebihan dan mode cepat, serta berupaya mengurangi limbah dan jejak karbon mereka.
Menurut Sang Penjagakini makin banyak orang yang memilih barang bekas, busana bekas, dan barang-barang vintage, seperti yang terlihat dari meroketnya platform seperti Depop dan Yaga asal Afrika Selatan. Bahasa Indonesia lebih jauh mengatakan bahwa peralihan ini tidak hanya tentang penghematan uang tetapi juga tentang membuat keputusan pembelian yang lebih bertanggung jawab dan penuh perhatian yang sejalan dengan nilai-nilai lingkungan.
Eighty20, sebuah perusahaan strategi, analisis, dan riset konsumen, merilis laporan stres kredit setelah sebuah studi yang dilakukannya bekerja sama dengan Xpert Decision Systems (XDS). Temuan tersebut menyoroti bagaimana perilaku kredit konsumen telah berubah, yang menunjukkan semakin besarnya penekanan pada pengurangan dan menjadi lebih hemat, sebuah tren yang sangat menonjol di kalangan Gen Z.
Sikap Superbalist mungkin menandakan bahwa mereka terlalu lambat beradaptasi dengan pola pikir konsumen baru ini. Di era di mana berhemat adalah hal yang “keren” dan bertanggung jawab secara sosial, generasi muda tidak begitu tertarik pada koleksi desainer terbaru seperti generasi sebelumnya. Berhemat bukan sekadar tren; ini adalah gerakan yang mencerminkan pergeseran yang lebih luas menuju keberlanjutan.
Perubahan lanskap ritel: Superbalist menghadapi persaingan dari Shein dan Temu
Tantangan terbesar Superbalist datang dalam bentuk Shein dan Temu—raksasa mode cepat global yang mampu mengalahkan pengecer lokal dengan harga yang lebih rendah dan pilihan mode yang sangat beragam.
Konsumen Afrika Selatan, yang menghadapi tekanan keuangan yang semakin meningkat, tentu saja tertarik pada pilihan yang lebih terjangkau yang disediakan oleh pengecer Tiongkok ini. Faktanya, hal ini dilaporkan oleh Pita Lebar Saya bahwa pertumbuhan pendapatan Superbalist terhambat oleh para pesaing ini, sehingga mendorong Takealot untuk menilai kembali posisinya di pasar mode lokal.
Manajer Pemasaran Situs E-commerce dan TikToker mode dan ritel Vuyo Mjoli (@retailbyvuyo), tokoh populer di bidang ritel, baru-baru ini mengomentari perubahan ini, dengan mencatat bagaimana ketergantungan Superbalist yang besar pada aktivitas promosi menandakan adanya masalah. Penjualan dan promosi yang sering terjadi sering kali menunjukkan bahwa suatu bisnis sedang berjuang untuk memenuhi target pendapatannya tanpa diskon—tanda bahaya dalam bisnis ritel mana pun.
Pengaruh Generasi Z dan Meningkatnya Tren Thrifting
Meskipun Superbalist pernah menjadi tujuan trendi bagi para pecinta mode, jelas bahwa preferensi Gen Z condong ke pilihan mode yang lebih terjangkau dan berkelanjutan. Belanja barang bekas, yang dulunya dianggap sebagai kebutuhan bagi sebagian orang, kini menjadi alternatif yang menarik dan ramah lingkungan untuk mode cepat.
Platform seperti Yaga, pasar daring untuk busana bekas, telah mengalami pertumbuhan luar biasa di Afrika Selatan, dengan penjual menghasilkan lebih dari R500 juta dalam penjualan sejak diluncurkan pada tahun 2020, menurut laporan KamiBMaraknya penjualan barang bekas secara daring kemungkinan memperburuk perjuangan Superbalist, karena anak muda yang mengikuti mode semakin beralih ke mode barang bekas sebagai sarana ekspresi diri dan keberlanjutan.
Penjualan Superbalist juga terjadi pada saat pasar mode mewah yang lebih luas menghadapi tantangan signifikan secara global.
Surat kabar DailyMail melaporkan bahwa merek seperti Burberry telah melaporkan peringatan laba, dengan banyak toko kelas atas yang tutup. Tampaknya konsumen masa kini, khususnya generasi muda, tidak lagi tertarik pada merek mewah dan desainer. Sebaliknya, sensasi berburu di toko barang antik dan barang bekas dianggap lebih berharga, dan yang terpenting, lebih etis.
Tekanan Ekonomi dan Tren Konsumen Afrika Selatan
Kondisi ekonomi Afrika Selatan tidak membantu situasi ini. Menurut Laporan Stres Kredit Q1 Eighty20, konsumen Afrika Selatan merasakan tekanan akibat meningkatnya biaya hidup, upah yang stagnan, dan meningkatnya suku bunga.
Konsumen tidak hanya mengurangi pembelian barang mewah tetapi juga kebutuhan pokok seperti makanan, dengan banyak yang memprioritaskan kebutuhan dasar daripada belanja. Bahkan Woolworths, salah satu merek ritel paling tangguh di Afrika Selatan, telah melaporkan penurunan laba tahunan, yang dikaitkan dengan iklim ekonomi saat ini, eNCA melaporkan.
Bagi sebagian besar warga Afrika Selatan, fokus telah bergeser ke arah keterjangkauan dan keberlanjutan, sehingga semakin sulit bagi bisnis seperti Superbalist untuk berkembang.
Kerugian Takealot sebesar R252 juta mencerminkan kelesuan ritel yang lebih besar di negara tersebut. Bukan hanya Superbalist yang sedang berjuang—Takealot sendiri tidak mampu menghasilkan laba meskipun telah beroperasi selama 15 tahun. Biaya operasional yang tinggi, meningkatnya persaingan, dan basis konsumen yang menghadapi kesulitan keuangan semuanya berkontribusi terhadap kesulitan keuangan grup tersebut.
Penjualan Superbalist: Pelajaran bagi Sektor Ritel Afrika Selatan
Apa yang dapat dipelajari peritel Afrika Selatan dari penjualan Superbalist? Pertama, pentingnya bersikap proaktif daripada reaktif tidak dapat dilebih-lebihkan. Bangkitnya raksasa mode cepat seperti Shein dan Temu, ditambah dengan semakin populernya belanja barang bekas dan barang antik, berarti peritel harus tangkas dan bersedia beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen. Ini termasuk mengawasi tren global, merangkul keberlanjutan, dan mengakui pentingnya menawarkan nilai uang kepada konsumen.
Kedua, persaingan di sektor ritel tidak dapat dihindari, tetapi harus dilihat sebagai peluang, bukan ancaman. Pengecer yang merangkul inovasi, baik melalui transformasi digital, keterlibatan pelanggan, atau inisiatif keberlanjutan, akan berada pada posisi terbaik untuk mengarungi dunia ritel Afrika Selatan yang penuh gejolak.
Pada akhirnya, penjualan Superbalist lebih dari sekadar transaksi bisnis – ini adalah kisah peringatan bagi pengecer yang gagal mengantisipasi perubahan konsumen. Di era di mana konsumen semakin memperhatikan daya beli mereka, bisnis yang berkembang adalah bisnis yang mendengarkan, belajar, dan berkembang.
Menurut Anda, apakah belanja barang bekas dan fesyen berkelanjutan adalah masa depan ritel?
Beri tahu kami pendapat Anda tentang perubahan tren konsumen ini! Beri tahu kami dengan mengklik tab komentar di bawah artikel ini atau dengan mengirim email ke info@thesouthafrican.com atau mengirim WhatsApp ke 060 011 021 1. Anda juga dapat mengikuti @TheSAnews di X dan The South African di Facebook untuk berita terkini.